askep efisi pleura


ASKEP EFUSI PLEURA
2.1       Pengertian Efusi Pleura
Efusi Pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam cavum pleura (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam rongga pleura (Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, 2008). dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Efusi Pleura, pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan pariental, adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah keecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Buku ajar keperawatan  medikal bedah edisi 8, Brunner dan Suddarth).
2.2              Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada pleura hanya ada 2 macam yaitu :
1.        Infeksi kuman primer intrapleura
2.        Tumor primer pleura

2.3              Patofisologis
Efusi akan terbentuk sebagai respon mekanis fisiologis dari pembentukan atau absorbsi cairan serosa yang rusak. Tekanan hidrostatik meningkat pada CHF (Congestif Heart Failure) yang merupakan penyebab tersering dari kasus-kasus efusi. Hipoproteinemia menurunkan tekanan osmotik koloid. Penurunan protein plasma sekunder dapat menurunkan sintesis atau meningkatkan kehilangan protein.
Albumin disintesa di hati, dan merupakan protein yang paling penting untuk mempertahankan tekanan osmitik koloid. Penyaki-penyakit hati dapat merusak sintesis albumin, dan yang paling sering berhubungan dengan hipoproteinemia dan efusi adalah sirosis. Hipoalbuninemia juga menyebabkan peningkatan kehilangan serum protein seperti yang terjadi pada sindroma nefrotik.
Peningkatan permeabilitas kapiler terjadi jika permukaan pleura atau peritoneal mengalami inflamasi, hasil dari kehilangan protein pada rongga vaskuler, dan juga tekanan fisik yang menunjang keluaranya cairan yang terbentuk. Kondisi-kondisi yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler adalah penyakit-penyakit inflamasi, infeksi metastasis tumor. Jika limfatik mengalami obstruksi atau sumbatan, cairan yang kaya dengan protein kan terkumpul. Neoplasma dari jaringan limfe sering memproduksi efusi.
2.4       Patogenesis
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi – kondisi :
1.        Gangguan pada reabsorbsi cairan pleura (misalnya karena adanya tumor)
2.        Peningkatan produksi cairan pleura (misalnya akibat infeksi pada pleura)
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan – keadaan :
1.        Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2.        Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma ( misalnya hipoproteinemia).
3.        Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4.        Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab Efusi Pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkan adalah :
1.        Transudat:
Gagal jantung, sirosis hepatitis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis akut.
2.        Eksudat
a.       Infeksi ( Pneumonia, TBC, Virus, Jamur, parasit, dan abses).
b.      Neoplasma ( Ca, Paru – paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
c.       Emboli / infark paru – paru
d.      Penyakit kolagen ( SLE dan Rhematoid arthritis)
e.       Penyakit gastrointestinal ( pangkreatitis, ruptur esofagus, dan abses hati)
f.       Trauma ( hemotoraks dan khilotoraks).
Perbedaan Transudat dan Eksudat
Parameter
Transudat
Eksudat
Penyebab
Tekanan hidrostatik
Tekanan onkotik
Permeabilitas kapiler
Absorbsi limfatik
Makroskopis
·         kejernihan
·         warna

·         BJ
·         beku spontan

Jernih
Kuning, jernih

< 1,018 (1,006 – 1,018)
Tidak

Keruh
Bervariasi (kuning, abu-abu, merah, merah muda)
> 1,018 (1,018 – 1,030)
Bervariasi sering ya
Mikroskopis
·       jumlah leukosit

·       hitung jenis

< 1000 sel/ µl (pleural)
< 3000 sel/ µl (pleural)
Predominan mononuklear
Bervariasi, biasanya:
> 1000 sel/ µl (pleural)
> 500 sel/ µl (pleural)
Awal : predominan PMN
Lanjut : predominan MN


2.5         Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari efusi pleura antara lain:
1.             Batuk
2.             Dispnea bervariasi
3.             Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4.             Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5.             Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
6.             Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7.             Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8.             Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9.             Fremitus fokal dan raba berkurang.
10.         Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik, timbul gejala sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Ketika efusi sudah membesar dan menyebar, kemungkinan timbul dipsnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan panas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trachea menjauhi sisi yang sakit, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang terkena.
2.6       Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga sekitar 500 – 1000cc. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit dikeluarkan atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1.        Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2.        Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3.        Pleurodesis (penyatuan parietalis dan viseralis): untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4.        Torakosentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.
Indikasinya:
·      Mehilangkan sesak yang ditimbulkan
·      Bila terapi spesifik pada primernya tidak efektif
·      Bila terjadi reakumulasi cairan
5.        Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1-1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6.        Antibiotika jika terdapat empiema.
7.        Operatif.
2.7              Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan dari efusi pleura antara lain:
1.        Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum).
2.        Hemotoraks (Trauma pada pembuluh darah intercostalis).
3.        Emboli udara (Laserasi yang cukup dalam menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis).
4.        Atalektasis (Ekspansi paru menurun, terjadi akumulasi cairan).
5.        Fibrosis Paru.
6.        Kolaps Paru.
 
2.9       Pemeriksaan Penunjang
1.      Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada permukaan medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau dalam paru – paru itu sendiri.
Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada, efusi pleura adalah tergolongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya.
2.      CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3.      USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4.      Torakosentesis.
Aspirasi caiaran pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapiutik, torakosintesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru, disela iga ke 9 garis aksila posterior dengan memakai jarum no. 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi, jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleura ( hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru – paru terlalu cepat berkembang.
5.      Biopsi.
Pemeriksaan histologis 1 atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50 – 75 % diagnosis kasus pleuritis, tubercolosis, dan tumor paru. Bila hasil pemeriksaan pertama tidak memuaskan dapat dilakukan pemeriksaans ulang. Komplikasin biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi pada dinding dada.
6.      Analisa cairan pleura.
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.
7.      Bronkoskopi.
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
 
2.10     Asuhan Keperawatan
2.10.1  Pengkajian
a.  Biodata
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh usia. Status ekonomi ( tempat tinggal ) sangat berperan timbulnya penyakit ini terutama Tubercolosis paru. Klien den yang didahului oleh Tubercolusis paru sering ditemukan didaerah padat penduduk dengan sanitasi kurang.
b. Riwayat Kesehatan
·         Keluhan Utama
Kebanyakan Efusi Pleura bersifat Asimtomatik, gejala yang timbul sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan melebar, kemungkinan timbul dispnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan menyebabkan nafas pendek.Tanda Fisik meliputi defiasi Trakhea menjauhi sisi yang terkena, dullnes pada perkusi penurunan bunyi pernafasan pada sisi trakhea.
·         Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien dengan Efusi Pleura terutama akibat adanya infeksi nonpleura bisanya mempunyai riwayat penyakit Tubercolosis Paru.
·         Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari anggota kekeluarganya yang lain, terutama penularan infeksi Tubercolusis yang menjadis faktor penyebab timbulnya efusi Pleura.
3.      Pemeriksaan Fisik
·         Pada klien dengan Efusi Pleura membentuk Hemitoraks yang sakit mencembung, kosta mendatar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum kearah hemitoraks kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan iktus cordis. RR cenderung meningkat dan klien biasanya dispnea.
·         Vokal Fermitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya < 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
·         Suara Perkusi redup sampai pekak tergantung pada jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh oleh rongga pleura maka pada pemeriksaan ekskursi diagfragma akan didapatkan penurunan pengembangan diagfragma.
·         Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, Egofoni.
2.10.2  Pemeriksaan Penunjang
a.    Kultur sputum: dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
b.    Apusan darah asam Zehl-Neelsen: positif basil tahan asam
c.    Skin test: positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48-72 jam setelah injeksi.
d.   Foto thorax: pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
e.    Biakan kultur: positif Mycobacterium tuberculosis
f.     Biopsi paru: adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
g.    Elektrolit: tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
h.    BGA: Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
i.      Fungsi paru: Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
2.10.3  Diagnosa Keperawatan
1.  Hipoksia berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : pola nafas kembali efektif dan normal.
KH
:
-       Pola nafas kembali normal.
-       Tidak ada tanda hipoxia.
-       Tidak ada gejala sianosis.
-       RR dalam batas normal 16-20x/menit
-       Retraksi(-)
Rencana Tindakan
1.         Identitas faktor penyebab
R/: dengan mengidentifikasikan penyebab kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2.         Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
R/: dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernagasan kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3.         Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat.
R/: penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
4.         Observasi tanda-tanda vital (RR)
R/: peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
5.         Lakukan auskultasi suara nafas
R/: auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru.
6.         Bantu dan ajarkan untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
R/: menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
7.         Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2, obat-obatan serta foto thorak
R/: pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
2.    Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas secret paru
Tujuan: Penurunan kemampuan batuk sekunder akibat nyeri pleuritik/ nyeri karena pemasangan WSD
KH      :
-          Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
-          Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
-          Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersiahn jalan nafas.
            Intervensi:
1.      Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
R/: Penggunaan otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
Ajarkan batuk efektif
2.      Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
R/:  Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
3.      Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
R/: Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental dan berdarah.

4.      Ajarkan pasien batuk efektif
R/: Meningkatkan keefektifan upaya batuk dan pembersihan sekret
5.      Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
R/: Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein      dipengaruhi.

3.    Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH:
-          BB naik
-          Hb > 12 gr/dl
-          Alb 3,5 gr/dl
-          Menunjukkan perbaikan nafsu makan/ makan habis 1 porsi
Rencana tindakan
1.         Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi
R/: Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
2.         Kontrol BB
R/: Untuk mengevaluasi keefektifan terapi
3.         Lakukan oral hygiene setiap hari
R/: Bau mulut yang kurang sedah dapat mengurangi nafsu makan.
4.         Sajikan makanan semenarik mungkin
R/:  Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan
5.         Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/ : Makanan dalam porsi tersebut memaksimalkan masukan nutrsi tanpa kelemahan yang tak perlu / kebutuhan energi dari makan-makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.
6.         Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP
R/ : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme.
7.         Awasi pemeriksaan lab contoh : BUN, prot, serum, albumin
R/ : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi / perubahan program terapi.








Apa Yang Dimaksud Dengan Emboli Paru?

Emboli Paru adalah kondisi medis yang ditandai dengan pernafasan pendek yang mendadak dan tidak dapat dijelaskan, nyeri dada dan batuk akibat penyumbatan salah satu pembuluh darah di dalam paru yang menyumbat aliran darah. Penyumbatan biasanya disebabkan oleh gumpalan darah yang berjalan di dalam aliran darah dari vena ke dalam paru-paru. Oleh karena itu, orang-orang dengan trombosis vena dalam, suatu kondisi yang ditandai dengan gumpalan darah di vena-vena dalam, memiliki risiko tinggi untuk terjadinya emboli paru. Pada kasus-kasus jarang, emboli paru dapat juga dsiebabkan oleh sumbatan pada arteri-arteri di dalam paru-paru oleh droplet-droplet lemak, gelembung udara dan sekumpulan tumor. Hal ini merupakan suatu kondisi yang berbahaya dan berpotensi mengancam jiwa karena dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan kematian, tergantung dari luasnya sumbatan. Untungnya, dengan penanganan dini dengan obat-obatan antikoagulan, risiko kematian dapat diturunkan secara signifikan.

Spesialisasi Medis dan Fokus Klinik

Apa Saja Gejala-Gejala Emboli Paru?

Tanda dan gejala Emboli Paru yang mungkin timbul:

  • Batuk
  • Denyut nadi yang lemah
  • Kecemasan
  • Keringat yang berlebihan
  • Kulit yang dingin dan berkeringat
  • Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan oksigen (sianosis)
  • Mengi
  • Pembengkakan pada tungkai kaki
  • Pingsan
  • Rasa sakit di dada
  • Sesak nafas





HEMOTHORAK
Pengertian.
Hemothorak adalah adanya darah yang masuk kearea pleural  (antara pleura viseralis dan pleura parietalis)

Etiologi
      Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang akan menyebabkan ruda paksa tumpul pada rongga thorak (Hemothorak) dan rongga Abdomen. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman dan tembakan.

Pembagian Hemothorak
a)      Hemothorak Kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX.
b)      Hemothorak Sedang : 15 – 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga VI.
c)      Hemothorak Besar : lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai  cranial, iga IV.


Pathofisiologi :
                                                     Kecelakaan Lalu lintas







Menyebabkan ruda paksa pada rongga thorak dan abdomen







                 Trauma  thorak                                  Trauma Abdomen
                 (Hemothorak)


       
    Perdarahan jaringan interstitium,              Pecahnya usus sehingga
          perdarahan Intra Alveoler, kolaps             terjadi pendarahan.

          arteri dan kapiler, kapiler kecil  ,
          sehingga takanan perifer pembuluh

          darah paru naik, aliran darah menurun.     Vs :T    ,S    , N 







          Hb menurun, anemia, syok hipovalemik,
          sesak napas, tahipnea,sianosis, tahikardia.
    
Gejala / tanda klinis
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.
Pemeriksaan diagnostik
a.       Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
b.      GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
c.       Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).
d.      Hb  : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.
Komplikasi
Adhesi pecah, bula paru pecah.

Penatalaksanaan
a)       Hemothorak kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan  tidak memerlukan tindakan khusus.
b)      Hemothorak sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh dipasang penyalir sekat air.
c)       Hemothorak besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan transfusi. 

SELANG DADA

Pengertian
Selang Dada adalah dapat bekerja sebagai drain untuk udara ataun cairan. Untuk mengatasi masalah-masalah gangguan pulmonal tersebut, selang dimasukan kedalam rongga pleura (antara pleura parietalis dan viseralis) agar tekanan negatif intra pleural kembali normal. Pada bedah jantung selang ditempatkan kedalam pericardium atau mediastinum dibawa insisi sternotomi  selang dada diletakan sebelum dilakukan sebelum penutupan sayatan pada pembedahan paru dan jantung atau dilakukan ditempat tidur sebagai tindakan kedaruratan untuk mengatasi pneumothorak atau hemothorak. Selang disambungkan pada system drainase water seal (Atrium, Pleure-vac, Segel sentinel, thora-klex, atau thora-seal III ). Sistem pembuangan cairan melalui dada terdiri dari system 1 botol, 2 botol atau 3 botol, bila jumlah cairan dan udara yang dikeluarkan sangat banyak. Apabila terdapat dua tempat pemasangan selang, maka kemungkinan kedua selang itu disambungkan pada system drainase bersegel (WSD) dengan menggunakan Y konektor.

Tujuan Pemberian Selang Dada
Untuk mengeluarkan udara, cairan atau keduanya dari rongga thorak.

Macam-macam selang dada yang di gunakan
a.       Selang lebih kecil (16 –20 French)  digunakn untuk buang udara
b.      Selang lebih besar (20 – 26 French) untuk alirkan darah/drainase pleural yang kental.
Sistem Drainasi Selang  Dada
a.Sistem 1 botol
b. Sistem 2 botol
c. Sistem 3 botol
d.Unit Water Seal (sekali pakai)
e. Flutter Valve
f. Screw Valve
g. Calibrated Spring
Efek pernapasan pada tekanan intra pleural
Siklus ventilasi                                                Tekanan Intra pleura
Istirahat                                                            -5 cm H2O
Inspirasi                                                           - 6  -  - 12 cm H2O
Ekspirasi                                                          - 4  -  -  8  cm H2O

Indikasi Pemasangan Selang Dada
a.       Hemothorak (penyebab trauma dada, neoplasma, robekan pleural, kelebihan anti koagulan, pasca bedah thorak)
b.       Pneumothorak 
1)      spontan > 20 % (penyebab ruptur bleb)
2)      Desakan (penyebab ventilasi mekanik, luka tusuk tembus, klem selang dada terlalu lama, kerusakan segel pada system drainase selang dada.
3)      Fistula Broncko pleural (penyebab kerusakan jaringan, tumor, aspiorasi bahan kimia toksis).
4)      Efusi pleural  (penyebab neoplasma).
5)      Para Pneumonia terkomplikasi (penyebab penyakit kardio pulmoner serius - kondisi inflamasi.
-          Pus  >  (Empiema)
-          Glukosa < 40 mg/dl
-          Pewarnaan gram positif/kultur bakteri
-          PH  < 7,0
-          PH   7,0   -   7,2 dan  LDH > 1000 IU / L
-          Chilothoraks (penyebab trauma, malignansi, abnormalitas congenital).
Komplikasi Pemberian Selang Dada
c.  Tension pneumo thorak (karena sumbatan pada selang)
d.          Empisema sub cutan (karena udara masuk kedalam jaringan sub cutan).

ASUHAN KEPERAWATAN

FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Berdasarkan klasifikasi Doenges, dkk (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah :
A.    Aktifitas / istirahat.
Gejala          : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat
(1)               Sirkulasi
Tanda           :   
o   Takikardia,
o   Frekwensi tidak teratur/disritmia
o   S3 atau S4 / irama jantung gallop  (gagal jantung sekunder  terhadap effusi)
o   Nadi apical berpindah oleh adanyapenyimpangan mediastinal (dengan tegangan pneumothorak).
o    Tanda Homan (bunyi renyah s/d denyutan jantung, menunjukan udara dalam mediastinum).
o   Tekanan Darah : Hipertensi / hipotensi
(2)               Integritas Ego
Tanda           :  ketakutan, gelisah
(3)               Makanan / Cairan
Tanda           : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan
(4)               Nyeri / Kenyamanan
Gejala           :
-          Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk.
-          Timbul tiba-tiba sementara batuk atau regangan (pneumothorak spontan).
-          Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinanan menyebar keleher, bahu abdomen (Effusi Pleural).

 Tanda          :
-          Berhati-hati pada area yang sakit
-    Perilaku distraksi.
-          Mengkerutkan wajah.
(5)               Pernapasan
Gejala         : 
-  kesulitan bernapas, lapar napas
-    Batuk (mungkin gejala yang ada)
-    Riwayat bedah dada/trauma: Penyakit paru kronik, inflamasi/infeksi paru (Empiema, Efusi) ; penyakit interstisial menyebar (Sarkoidosis) ; keganasan  (mis: Obstruksi tumor).
-    Pneumothorak spontan sebelumnya, ruptur empisematous bula spontan, bleb sub pleural (PPOM).
                   Tanda      :  
-  Pernapasan ; peningkatan frekwensi/takipnea
-    Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat.
-    Bunyi napas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat)
-    Fremitus menurun (sisi yang terlibat).
-    Perkusi dada : Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorak), bunyi pekak diatas area yang terisi cairan (hemothorak)
-    Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan penmgembangan thorak (are yang sakit).
-    Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subcutan (udara pada jaringan dengan palpasi).
-    Mental  : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
-    Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi PEEP. 
(6)               Keamanan
Gejala          :
-          Adanya trauma dada
-          Radiasi / kemoterapi  untuk keganasan.                  
                       
DIAGNOSA  KEPERAWATAN
1.  Takefektif pola pernapasan  b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi     udara/cairan, gangguan muskuloskeletal, Nyeri ansietas, proses inflamasi.
2.  (Resiko tinggi) Trauma / penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses cedera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
3.  Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan pengobatan b/d kurang terpajan dengan informasi.
4.  (Resiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d kemungkinan terjadi tension pneumothorak sekunder terhadap sumbatan pada selang dada.
5.  Perubahan Kenyamanan (nyeri) b/d pemasangan selang dada.
6. (Resiko tinggi) Infeksi   b/d   tindakan invasive.

INTERVENSI  KEPERAWATAN

1.Takefektif pola pernapasan  b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan, gangguan muskuloskeletal, Nyeri ansietas, proses inflamasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.        Identifikasi etiologi /factor pencetus, contoh kolaps spontan, trauma, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.

2.        Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan serak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.

3.        Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik dan catat perubahan tekanan udara.

4.        Auskultasi bunyi napas.




5. Catat pengembangan dada dan posisi trahea.


6. Kaji fremitus.


7. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.

8. Pertahankan posisi nyaman (peninggian kepala tempat tidur).

9. Pertahankan perilaku tenang, Bantu klien untuk kontrol diri dengan gunakan pernapasan lambat/dalam.
10. Bila selang dada dipasang  :
     - Periksa pengontrol pengisap untuk jumlah hisapan yang benar (batas air, pengatur dinding/meja disusun tepat).

    -  Periksa batas cairan pada botol pengisap
       pertahankan pada batas yang ditentukan.

    -  Observasi gelembung udara botol penampung.


     - Evaluasi ketidak normalan/kontuinitas gelembung botol penampung.



    -  Tentukan lokasi kebocoran udara (berpusat pada pasien atau system) dengan mengklem  kateter torak pada bagian distal sampai keluar dari dada.

     -  Klem selang pada bagian bawa unit drainase bila kebocoran udara berlanjut.

 -  Awasi pasang surut air penampung menetap atau sementara.






-  Pertahankan posisi normal dari system drainase selang pada fungsi optimal.

    -   Catat karakteristik/jumlah drainase selang dada.




    -  Evaluasi kebutuhan untuk memijat  selang (milking).




    -  Pijat selang hati-hati sesuai protocol, yang meminimalkan tekanan negatif berlebihan.

    -  Bila kateter torak putus/ lepas.Observasi tanda distress pernapasan

    -  Setelah kateter torak dilepas. Tutup sisi lubang masuk dengan kasa steril.

INTERVENSI KOLABORASI
   -  Kaji seri foto thorak.



  -  Awasi  GDA dan nadi oksimetri, kaji kapasitas vital/pengukuran volume tidal.
  -  Berikan oksigen tambahan melalui kanula/masker sesuai indikasi.
Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapiutik yang tepat.

Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologis dan nyeri  menunjukan terjadinya syok b/d hipoksia/perdarahan.
Kesulitan bernapas dengan ventilator atau peningkatan tekanan jalan napas diduga memburuknya kondisi/terjadi komplikasi (ruptur spontan dari bleb, terjadi pneumotorak).
Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada lobus, segmen paru/seluruh area paru (unilateral). Area Atelektasis tidak ada bunyi napas dan sebagian area kolaps menurun bunyinya.

Pengembangan dada sanma dengan ekspansi paru. Deviasi trahea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumothoraks.
Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.

Sokongan terhadap dada dan otot abdominal buat batuk lebih efektif/mengurangi trauma.

Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yanmg tidak sakit
Membantu pasien alami efek fisiologis hipoksia yang dapat dimanifestaikan sebagai ansietas/takut


Mempertahankan tekanan negatif intra pleural sesuai yang diberikan, meningkatkan ekspansi paru optimum atau drainase cairan.

Air botol penampung bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk kearea pleural.
Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan lubang angin dari pneumothorak (kerja yang diharapkan).
Bekerjanya pengisapan, menunjukan kebocoran udara menetap mungkin berasal dari pneumotoraks besar  pada sisi pemasangan selang dada (berpusat pada pasien), unit drainase dada berpusat pada system.
Bila gelembung berhenti saat kateter diklem pada sisi pemasangan, kebocoran terjadi pada pasien (sisi pemasukan / dalam tubuh pasien).


Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system.


Botol penampung bertindak sebagai manometer  intra pleural (ukuran tekanan intrapleural), sehingga fluktuasi (pasang surut) tunjukan perbedaan tekanan antara inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6 selama inspirasi normal dan sedikit meningkat saat batuk. Fluktuasi berlebihan menunjukan abstruksi jalan napas atau adanya pneumothorak besar.

Berguna untuk mengevaluasi kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
Pemijatan mungkin perlu untuk meyakinkan/mempertahankan drainase pada adanya perdarahan segar/bekuan darah besar atau eksudat purulen (Empiema).

Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi pasien karena perubahan tekanan intratorakal, dimana dapat menimbulkan batuk/ketidaknyamanan dada.



 Pemijatan yang keras dapat timbulkan tekanan hisapan intratorakal yang tinggi dapat mencederai.

Pneumothorak dapat terulang dan memerlukan intervensi cepat untuk cegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
Deteksi dini terjadinya komplikasi penting, contoh berulang pneumothorak, adanya infeksi.


Mengawasi kemajuan perbaikan hemothorak/pneumothorak dan ekspansi paru. Mengidentifikasi posisi selang endotraheal mempengaruhi inflasi paru.
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.

Alat dalam menurunkan kerja napas, meningkatkan penghilangan distress respirasi dan sianosis b/d hipoksemia.



  1. (Resiko tinggi) Trauma / penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses cedera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.      Kaji dengan pasien tujuan / fungsi drainase dada.

2.      Pasangkan kateter torak kedinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan/mengubah posisi pasien :
- Amankan sisi sambungan selang.
- Beri bantalan pada sisi dengan kasa/plester.
3. Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien

4. Berikan alat transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk tujuan diagnostik.

5. Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit.

6. Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang.

7. Identifikasi perubahan / situasi yang harus dilaporkan pada perawat.Contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba, nyeri dada segera lepaskan alat.

8. Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak terlepas/tercabut.
Informasi tentang bagaimana system bekerja berikan keyakinan dan menurunkan kecemasan pasien.
Mencegah terlepasnya kateter dada atau selang terlipat, menurunkan nyeri/ketidaknyamanan b/d penarikan/penggerakan selang.

Mencegah terlepasnya selang.
Melindungi kulit dari iritasi / tekanan.

Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan resiko kecelakaan jatuh/unit pecah.
Meningkatkan kontuinitas evakuasi optimal cairan / udara selama pemindahan.

Memberikan pengenalan dini dan mengobati adanya erosi /infeksi kulit

Menurunkan resiko obstruksi drainase/terlepasnya selang.

Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.




Pneumothorak dapat berulang/memburuk karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat.

  1. Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan pengobatan b/d kurang terpajan dengan informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien.

2 .Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang.



3. Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, seperti : nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distress pernapasan lanjut.


4. Kaji ulang praktek kesehatan yang baik contoh : nutrisi baik, istrahat, latihan.
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berta dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. Pasien sehat yang menderita pneumothorak spontan insiden kekambuhan 10 – 50 %.
Berulangnya pneumothorak/hemothorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah/menurunkan potensial komplikasi.



Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar